Oleh : dokter Handrawan
Nadesul
Buat kita di Indonesia kehadiran dokter keluarga amatlah
penting. Pertama, karena belum semua masyarakat masuk asuransi. Kedua, ongkos
berobat masih terbilang tinggi, dan sistem layanan kesehatan pun belum memihak
kepada pasien. Ketiga, pranata kesehatan rata-rata masyarakat kita masih belum
kokoh, sehingga sering salah dalam menentukan alamat berobat.
Alhasil, sudah tinggi ongkos berobat yang harus dikeluarkan,
belum tentu hasilnya memuaskan. Sistem layanan kesehatan kita memiliki jalur
cepat bagi pasien mampu, dan layanan jalur lambat bagi yang tidak mampu.
Dilayanan jalur lambat berlaku aturan sistem rujukan. Artinya
layanan medis berjenjang dari yang paling sederhana (Puskesmas) sampai ke yang
lebih lengkap (rumah sakit kabupaten sampai top refferal RSCM). Tidak demikian
layanan medis jalur cepat yang boleh bebas memilih sesuai dengan kemampuan.
Sakit flu memilih dokter spesialis, asal bayar sendiri, tidaklah dilarang.
Layanan medis jalur cepat tentu saja berarti memasuki industri
medis dengan segala tabiat buruknya. Pemeriksaan yang saling tumpang tindih,
de-humanisasi layanan, dan polypharmacy (meresepkan obat berlebihan), bagian
dari hiruk pikuk pasar medis kalangan orang mampu. Termasuk resiko memasuki
wilayah bisnis perumahsakitan.
Melihat kondisi layanan medis seperti itu, bagi layanan medis
jalur lambat maupun jalur cepat agaknya sama-sama sedang membutuhkan kehadiran
dokter keluarga. Untuk apa? Dokter Keluarga mengenal betul kondisi medis seluruh anggota
keluarga yang diinanginya. Bahkan sejak lahir, lengkap dengan rekam mediknya.
Apapun masalah medik yang dihadapi keluarga, dokter keluarga menjadi tempatnya
bertanya, dan sekaligus berobat.
Oleh karena itu dokter keluarga sudah sangat mengenal setiap
anggota keluarga langganannya, maka setiap angota keluarga terjamin akan selalu
aman dalam berobat. Aman karena tidak mungkin dokter yang sudah sangat mengenal
pasiennya akan membahayakan diri pasien dibanding apabila berobat ke dokter
selewat siapa saja seperti kebanyakan terjadi sekarang ini. Bahaya tak cocok
obat, salah memberi obat, atau alpa mendiagnosis, jauh lebih kecil
kemungkinannya ditangan dokter keluarga.
Dokter keluarga juga tidak akan memberikan obat yang langsung
keras seperti dokter selewat, karena setiap dokter keluarga akan terus memantau
kondisi pasien. Kalau tidak perlu benar obat, dokter tidak meresepkannya.
Dokter selewat, mengira pasien tidak akan datang kembali
dalam waktu satu dua hari, umumnya
langsung memberikan obat yang keras agar langsung bisa menyembuhkan. Orang
bilang resep dokter selewat cenderung bersikap agar penyakitnya langsung
ditembak. Ibarat mematikan lalat dipakainya pistol.
Dokter keluarga juga yang akan merujuk pasien ke alamat
berobat yang paling tepat. Mungkin kepada sejawat yang sudah amat dikenalnya,
sehingga komunikasi medis demi kesembuhan terbaik pasien bisa terbangun.
Tanpa dokter keluarga, pasien mungkin salah memilih alamat
berobat. Padahal alamat berobat menentukan keberhasilan penyembuhan penyakit,
selain tidak harus boros, atau mungkin berakhir dengan hasil nihil.
Dokter keluarga menjauhkan pasien dari resiko malpraktik,
baik oleh dokter pribadinya sendiri, mapun oleh dokter ahli yang dirujuk oleh
dokter keluarganya. Dokter keluarga, sebagaimana halnya dokter pribadi, selalu
siap setiap saat on call sehingga kejadian penyakit gawat terlambat ditangani
tidak sampai terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar